Kamis, 15 September 2016

Bukan Resensi buku: Going Home-tambatan hati

Jika tidak salah saya sudah 2 kali membaca novel lawas ini dan tak pernah merasa bosan.
Awalnya hanya iseng pengisi waktu saja. Tapi setelah hanyut terbawa plot, ternyata buku setebal 409 halaman ini mampu membuat saya menangis dan tertawa sendiri.
Seperti semua novel Danielle Steel lainnya, Going Home bercerita tentang seorang wanita karir bernama Gillian Forester yang hidup menjanda bersama seorang anaknya bernama Samantha ditengah hiruk-pikuk kota New York yang liar dan gila.
Lika-liku asmara yang dibumbui dengan roman ala sastrawan perancis yang romantis namun dengan kemasan bahasa yang lugas dan mudah dicerna pembaca awam seperti saya membuat novel ini seakan membawa kita berada ditengah-tengah konflik yang dialami oleh si Gillian.
Alur ceritanya yang sedikit kompleks awalnya membuat saya merasa bosan.
Namun ditengah-tengah cerita yang mulai monotone tiba-tiba muncul sedikit dinamika yang menurut saya aneh namun malah semakin membuat novel ini tetap harus dibaca.
Pemetaan karakter yang terperikan lewat plot yang mudah ini lah Danielle Steel membuat saya jatuh cinta berkali-kali pada novel ini.
Kita bisa langsung tahu karakter seperti apa yang akan muncul mengisi alur ceritanya hanya dengan sekali membaca. Maklum lah saya adalah salah satu orang yang sering gagal fokus. Jadi novel ini cocok sekali untuk pembaca awam yang kurang suka membaca novel-novel serius seperti penulis novel fiksi zaman sekarang.
Dengan setting yang sederhana disebuah kota kecil di California dan beberapa tempat di New York semakin membuat novel ini wajib dibaca untuk kalian yang suka seri novela.
Namun saya sempat merasa kesal karena Gillian harus bertemu dengan pria brengsek seperti Chris Matthews dalam novel ini. Chris yang brengsek namun romantis dengan caranya sendiri digambarkan oleh Danielle lewat gestur yang berbeda dari novel-novelnya yang lain. Dia sukses membuat karakter Chris menjadi seorang tokoh protagonis dan antagonis secara bersamaan. Seperti malaikat-setan dalam satu tubuh.
Ada banyak kejadian tak terduga di dalamnya yang membuat saya lagi-lagi harus merasakan memungut tisue banyak-banyak. Untuk sebuah novel serapan bahasa asing, novel ini tak banyak menyajikan bahasa yang rumit. Tak ada metafor didalamnya untuk membuat kagum para pembaca. Alurnya juga cair mudah ditangkap oleh pembaca awam manapun, sehingga pantas buat saya mudah terhanyut oleh novel ini walau sudah berkali membacanya.
Rekomendasi sekali untuk kalian yang bosan dengan novel-novel kontemporer hari ini yang melulu hanya menceritakan roman ala remaja ingusan yang ujung ceritanya sudah dapat dipastikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ramadhan Yang Perlu Diingat