Ini malam terakhir dibulan agustus. Saya sengaja membiarkannya terkesan merayap agar tak susah untuk saya ingat dihari depan nanti. Malam semakin larut, saya dan beberapa lembar buku yang dibiarkan berserakan begitu saja.
Sambil menahan kantuk sepulang beraktivitas saya selalu menyempatkan diri untuk setidaknya menulis beberapa hal tak penting seperti tulisan ini sebagai
pelipur lara juga sebagai ibadah passion saya jika suatu saat sindrom uring-uringan datang tiba-tiba.
Bulan ini bergegas begitu cepat. Hingga tak terasa semuanya berlalu begitu saja tanpa resistensi berarti akhir-akhir ini. Beberapa mimpi memang sempat terwujud dibulan ini. Namun ada pula mimpi yang tak perlu menemukan realisasinya dan terpaksa saya simpan rapi di rak-rak harapan berjejer dengan sengkarut argumen basi lainnya.
Saya sempat menghabiskan awal bulan ini di cipanas selama liburan beberapa waktu lalu. Mengunjungi beberapa kawan lama, bercerita tentang peta perjalanan dengan minuman baru dan tempat lama.
Tak banyak yang berubah dari cipanas, hanya beberapa tempat yang direnovasi dan seperti halnya destinasi wisata lainnya, cipanas semakin dipenuhi turis-domestik maupun asing
Bahkan di daerah tertentu malah saya dapati perubahan yang signifikan, menjamurnya toko-toko kebutuhan orang timur tengah, restoran-restoran dan banyak lagi arabisasi-arabisasi lainnya dicipanas baru-baru ini.
Saya tak ingin berkomentar lebih jauh perihal itu. Sudah menjadi rahasia umum jika cipanas memang surganya turis dari daerah timur tengah dan saya yakin beberapa tahun kedepan cipanas akan menjadi destinasi wisata paling ramah bagi turis asal timur tengah seperti halnya warung kaleng di cisarua sana. Lihat saja nanti !!
Setelah dua tahun lamanya saya tak pulang, banyak hal yang saya lewatkan dicipanas. Dari mulai scene yang agak meredup sampai band-band baru yang bermunculan bak jamur dimusim hujan-namun tetap dengan pemain-pemain lama.
Begitupun dengan kawan-kawan disana, semuanya tampak tak berubah. Dengan kebanalan rutinitas yang semakin hari makin menyebalkan saya tahu pasti kawan-kawan disana tak jauh berbeda dengan saya perihal aktivitas sehari-hari. Mencari nafkah demi terus menghidupi hidup dari pekerjaan yang sama menjemukannya disini.
Memang tak semua kawan disana bisa saya jumpai hanya dalam waktu singkat itu, ada beberapa kawan yang memang sangat sibuk sehingga kami hanya bisa berkabar via media sosial saja. Namun saya masih bersyukur kalian tetap dapat waras ditengah hiruk-pikuk dunia yang semakin gila ini.
Satu hal yang saya kagumi dari kalian adalah; kalian selalu tahu cara paling efektif untuk menjaga kewarasan ditengah segambreng problematika hidup dengan menikmati secangkir kopi hangat dimalam hari sambil bercerita tentang masa-masa dimana dulu kita pernah menjadi waras. Begitulah cara paling waras yang dulu sering kita lakukan untuk menjaga kewarasan.
Jujur saja saya sangat menikmati waktu singkat disana kemarin, walau ada beberapa hal yang sedikit membuat saya kecewa karena beberapa kawan sempat bersikap antipati terhadap perubahan yang saya alami selama ini.
Saya memang sudah memustuskan untuk berhenti di dunia musik sejak lama. Bukan hanya karena scene di cipanas yang sedikit monotone tapi lebih kepada pilihan personal yang melibatkan pengalaman personal pula. Ternyata setelah saya mendalami ilmu agama, musik memang bertolak belakang dengan agama yang saya anut. Sehingga pada akhirnya saya harus memilih satu diantaranya; melanjutkan bermain musik atau berusaha taat pada agama saya dengan konsekuensi yang sangat berat awalnya yaitu harus meninggalkan semua hingar-bingar dunia mosphit dan mulai mendalami agama. Bukan hanya itu, ada banyak sekali hal yang dulu sering saya lakukan ternyata kontradiktif dengan agama yang saya anut. Bermain musik, pacaran, merokok, minum khamr, nongkrong dan banyak hal lainnya. Walau dengan sedikit berat hati saya mulai meninggalkannya satu persatu sampai saat ini.
Tapi memang waktu cepat sekali berlalu. Sebulan lamanya tak terasa sehingga saya harus pulang kembali ke halmahera untuk beberapa tugas yang belum rampung saya buat totem.
Berteriak-teriak menyanyikan lagu tak karuan ditengah lautan manusia yang setengah mabuk menjadi ciri khas kita dimasa itu. Menghabiskan waktu hingga tengat malam dengan obrolan yang sebetulnya tak penting namun tetap intim adalah hal yang tak bisa saya dapatkan disini bersama kawan baru. Melakukan tour keliling kota tetangga dengan uang seadanya adalah hal yang sering saya rindukan sesekali. Patungan untuk mengganti simbal yang rusak akibat berdansa setengah mabuk menjadi hal yang membuat saya merasa bahagia jika mengingatnya hari-hari ini.
Namun semua itu kini hanya tinggal memori yang jika kita mau tinggal kita gali kembali setelah usang dimakan waktu berkali-kali.
Saya ingat beberapa hari setelah saya sampai dicipanas, saya dan beberapa kawan lama sengaja membuat janji untuk bertemu di sebuah tempat untuk sekedar menghabiskan waktu dengan bercerita dihadapan secangkir kopi hangat sebagai antitesa dari hiruk-pikuk kebanalan aktivitas kita selama ini.
Bercerita tentang semua hal yang dulu sering kita lakukan memang tak akan pernah ada habisnya untuk dibahas. Dari hal konyol seperti mabuk disiang bolong hingga yang paling tragis sekalipun seperti cerita tentang kepergian almarhum tebo yang mendadak menjadi pengiring dari perbincangan kita malam itu.
Ingatan tentang hari-hari waras itu memang tak akan pernah saya lupakan sampai kapanpun, meski suatu hari nanti kita akan pikun dan mulai lupa akan satu sama lain tapi setidaknya lewat tulisan ini saya akan mencoba mengingatnya kembali sekuat ingatan saya suatu hari nanti.
Agustus memang bulan yang akan selalu saya ingat sampai kapanpun. Bukan hanya karena dibulan itu saya pertama kali pergi ke halmahera ini dua tahun silam tapi karena disana memang banyak sekali ingatan yang tak bisa saya tuliskan satu persatu bersama kalian dibulan ini beberapa hari lalu dan beberapa tahun lampau.
Malam semakin larut, waktunya saya mengakhiri tulisan pendek ini.
Besok akan ada banyak sekali pekerjaan yang menuntut keseriusan ditengah-tengah ingatan yang berkelebat tentang masa-masa bersama kalian disana.
Saya masih tetap berharap agar setiap hari dapat saya lewati dengan cepat agar suatu hari nanti saya dapat segera pulang dan bisa merampungkan pekerjaan-pekerjaan insidental kembali disana bersama kalian. Menghabiskan bercangkir-cangkir kopi dengan obrolan lama yang tak ada habisnya kita bahas.
Sebetulnya banyak sekali yang ingin saya utarakan disini namun apa daya tangan tak sampai. Selain waktu yang semakin sempit juga stamina saya yang agak mengendur. Tulisan yang dibuat tengah malam ini sudah saatnya saya akhiri.
Untuk bokir, kodok, golun, gayung, bule, ran, oceng, udeng, moeng, wisnu, eko, iduy, ardi, benjo, panji, opik, memey, eka, bando, ubed, bogel, cimon dan kalian yang tak bisa saya sebutkan satu persatu disini semoga Alloh tetap menjaga kalian dimanapun kalian berada.
Maaf telah merepotkan kalian selama ini.
Tetap berlawan dengan apapun yang kita punya hari ini.
Perjuangan belum berakhir, selama tirani masih subur di negeri ini, selama itu pula kita harus tetap waras.
Tetap semangat dalam menjalani hidup yang harus dihidupi ini.
Saya yakin suatu hari nanti kita akan berkumpul kembali dengan kegilaan yang berbeda namun tetap dengan secangkir kopi yang sama.
Salam juang dari sahabatmu yang terlupakan.
Bardung
Tobelo, halmahera utara 2016